Ngaben merupakan salah
satu upacara yang dilakukan oleh Umat Hindu di Bali yang tergolong upacara
Pitra Yadnya (upacara yang ditunjukkan kepada Leluhur). Ngaben secara
etimologis berasal dari kata api yang mendapat awalan nga, dan akhiran an,
sehingga menjadi ngapian, yang disandikan menjadi ngapen yang lama kelamaan
terjadi pergeseran kata menjadi ngaben. Upacara Ngaben selalu melibatkan api,
api yang digunakan ada 2, yaitu berupa api konkret (api sebenarnya) dan api
abstrak (api yang berasal dari Puja Mantra Pendeta yang memimpin upacara).
Versi lain mengatakan bahwa ngaben berasal dari kata beya yang artinya bekal,
sehingga ngaben juga berarti upacara memberi bekal kepada Leluhur untuk
perjalannya ke Sunia Loka.
Jenis Jenis Ngaben
Ngaben Asti Wedana
Asti Wedana adalah
upacara ngaben yang melibatkan kerangka jenazah yang pernah dikubur. Upacara
ini disertai dengan upacara ngagah, yaitu upacara menggali kembali kuburan dari
orang yang bersangkutan untuk kemudian mengupacarai tulang belulang yang
tersisa. Hal ini dilakukan sesuai tradisi dan aturan desa setempat, misalnya
ada upacara tertentu di mana masyarakat desa tidak diperkenankan melaksanakan
upacara kematian dan upacara pernikahan maka jenazah akan dikuburkan di kuburan
setempat yang disebut dengan upacara Makingsan ring Pertiwi ( Menitipkan di Ibu
Pertiwi).
Swasta
Swasta adalah upacara
ngaben tanpa memperlibatkan jenazah maupun kerangka mayat, hal ini biasanya
dilakukan karena beberapa hal, seperti : meninggal di luar negeri atau tempat
jauh, jenazah tidak ditemukan, dll. Pada upacara ini jenazah biasanya
disimbolkan dengan kayu cendana (pengawak) yang dilukis dan diisi aksara magis
sebagai badan kasar dari atma orang yang bersangkutan.
Ngelungah
Ngelungah adalah upacara
untuk anak yang belum tanggal gigi.
Warak Kruron
Warak Kruron adalah
upacara untuk bayi yang keguguran.
Lihat Videonya
Tujuan Upacara Ngaben
Upacara ngaben secara
konsepsional memiliki makna dan tujuan sebagai berikut :
1. Dengan membakar
jenazah maupun simbolisnya kemudian menghanyutkan abu ke sungai, atau laut
memiliki makna untuk melepaskan Sang Atma (roh) dari belenggu keduniawian
sehingga dapat dengan mudah bersatu dengan Tuhan (Mokshatam Atmanam)
2. Membakar jenazah juga
merupakan suatu rangkaian upacara untuk mengembalikan segala unsur Panca Maha
Bhuta (5 unsur pembangun badan kasar manusia) kepada asalnya masing-masing agar
tidak menghalangi perjalan Atma ke Sunia Loka Bagian Panca Maha Bhuta yaitu :
a. Pertiwi : unsur padat yang membentuk tulang, daging, kuku, dll b. Apah:
unsur cair yang membentuk darah, air liur, air mata, dll c. Bayu : unsur udara
yang membentuk napas. d. Teja : unsur panas yang membentuk suhu tubuh. e. Akasa
: unsur ether yang membentuk rongga dalam tubuh.
3. Bagi pihak keluarga,
upacara ini merupakan simbolisasi bahwa pihak keluarga telah ikhlas, dan
merelakan kepergian yang bersangkutan.
Rangkaian Upacara Ngaben
Sarana Pengusungan
Jenazah
Ngulapin
Upacara untuk memanggil
Sang Atma. Upacara ini juga dilaksanakan apabila yang bersangkutan meninggal di
luar rumah yang bersangkutan (misalnya di Rumah Sakit, dll). Upacara ini dapat
berbeda-beda tergantung tata cara dan tradisi setempat, ada yang melaksanakan
di perempatan jalan, pertigaan jalan, dan kuburan setempat. |-
Nyiramin/Ngemandusin
Upacara memandikan dan
membersihkan jenazah yang biasa dilakukan di halaman rumah keluarga yang
bersangkutan (natah). Prosesi ini juga disertai dengan pemberian simbol-simbol
seperti bunga melati di rongga hidung, belahan kaca di atas mata, daun intaran
di alis, dan perlengkapan lainnya dengan tujuan mengembalikan kembali
fungsi-fungsi dari bagian tubuh yang tidak digunakan ke asalnya, serta apabila
roh mendiang mengalami reinkarnasi kembali agar dianugerahi badan yang lengkap
(tidak cacat).
Ngajum Kajang
Kajang adalah selembar
kertas putih yang ditulisi dengan aksara-aksara magis oleh pemangku, pendeta
atau tetua adat setempat. Setelah selesai ditulis maka para kerabat dan
keturunan dari yang bersangkutan akan melaksanakan upacara ngajum kajang dengan
cara menekan kajang itu sebanyak 3x, sebagai simbol kemantapan hati para
kerabat melepas kepergian mendiang dan menyatukan hati para kerabat sehingga
mendiang dapat dengan cepat melakukan perjalanannya ke alam selanjutnya.
Ngaskara
Ngaskara bermakna
penyucian roh mendiang. Penyucian ini dilakukan dengan tujuan agar roh yang
bersangkutan dapat bersatu dengan Tuhan dan bisa menjadi pembimbing kerabatnya
yang masih hidup di dunia.
Mameras
Mameras berasal dari kata
peras yang artinya berhasil, sukses, atau selesai. Upacara ini dilaksanakan
apabila mendiang sudah memiliki cucu, karena menurut keyakinan cucu tersebutlah
yang akan menuntun jalannya mendiang melalui doa dan karma baik yang mereka
lakukan.
Papegatan
Papegatan berasal dari
kata pegat, yang artinya putus, makna upacara ini adalah untuk memutuskan
hubungan duniawi dan cinta dari kerabat mendiang, sebab kedua hal tersebut akan
menghalangi perjalan sang roh menuju Tuhan. Dengan upacara ini pihak keluarga
berarti telah secara ikhlas melepas kepergian mendiang ke tempat yang lebih
baik. Sarana dari upacara ini adalah sesaji (banten) yang disusun pada sebuah
lesung batu dan diatasnya diisi dua cabang pohon dadap yang dibentuk seperti
gawang dan dibentangkan benang putih pada kedua cabang pohon tersebut. Nantinya
benang ini akan diterebos oleh kerabat dan pengusung jenazah sebelum keluar
rumah hingga putus.
Pakiriman Ngutang
Di laksanakan setelah
upacara papegatan yang dilanjutkan dengan pakiriminan ke kuburan setempat,
jenazah beserta kajangnya kemudian dinaikan ke atas Bade/Wadah, yaitu menara
pengusung jenazah (hal ini tidak mutlak harus ada, dapat diganti dengan keranda
biasa yang disebut Pepaga). Dari rumah yang bersangkutan anggota masyarakat
akan mengusung semua perlengkapan upacara beserta jenazah diiringi oleh suara
"Baleganjur" (gong khas Bali) yang bertalu-talu dan bersemangat, atau
suara angklung yang terkesan sedih. Di perjalan menuju kuburan jenazah ini akan
diarak berputar 3x berlawanan arah jarum jam yang bermakna sebagai simbol
mengembalikan unsur Panca Maha Bhuta ke tempatnya masing-masing. Selain itu
perputaran ini juga bermakna: Berputar 3x di depan rumah mendiang sebagai
simbol perpisahan dengan sanak keluarga. Berputar 3x di perempatan dan
pertigaan desa sebagai simbol perpisahan dengan lingkungan masyarakat. Berputar
3x di muka kuburan sebagai simbol perpisahan dengan dunia ini.
Ngising
Ngising adalah upacara
pembakaran jenazah tersebut, jenazah dibaringkan di tempat yang telah
disediakan , disertai sesaji dan banten dengan makna filosofis sendiri,
kemudian diperciki oleh pendeta yang memimpin upacara dengan Tirta Pangentas
yang bertindak sebagai api abstrak diiringi dengan Puja Mantra dari pendeta,
setelah selesai kemudian barulah jenazah dibakar hingga hangus, tulang-tulang
hasil pembakaran kemudian digilas dan dirangkai lagi dalam buah kelapa gading
yang telah dikeluarkan airnya.
Nganyud
Nganyud bermakna sebagai
ritual untuk menghanyutkan segala kekotoran yang masih tertinggal dalam roh
mendiang dengan simbolisasi berupa menghanyutkan abu jenazah. Upacara ini
biasanya dilaksakan di laut, atau sungai. |-
Makelud
Makelud biasanya
dilaksanakan 12 hari setelah upacara pembakaran jenazah. Makna upacara makelud
ini adalah membersihkan dan menyucikan kembali lingkungan keluarga akibat
kesedihan yang melanda keluarga yang ditinggalkan. Filosofis 12 hari kesedihan
ini diambil dari Wiracarita Mahabharata, saat Sang Pandawa mengalami masa
hukuman 12 tahun di tengah hutan.
Komentar
Posting Komentar